Para pembaca Yth..............

Tulisan dibawah ini hanyalah kesimpulan saya dari hasil analisa yang masih dangkal mengenai sejarah MinangKabau. But I can assure you, there is no any sentence (s) in this work has quoted from the WebSite

Tuesday, April 20, 2010

Halo, APA KHABAR....

THE MAJESTIC Istana PAGARRUYUNG (Istano BASA - replika) - Tanah Datar, Batu Sangkar - Photographed in 1988 - KOTO PILIANG style - Background, BATU PATAH hill - Main building on wooden stilts - Walls are covered with richly carved & painted flowers on wooden panels - Roof is steeply sloping gabled roof, end in needle point pinnacles pointing to the sky, mimmicking the horns of the buffalo (tanduak kabau)

Memang sudah banyak artikel serta buku-buku yang mengulas tentang masyarakat Minangkabau dari berbagai macam aspek, oleh karena itu saya tidak banyak berharap dari Anda para pembaca akan terpesona dengan apa yang saya tulis ini. Karena yang saya tulis inipun sebagian besar pasti sudah pernah ditulis oleh para penulis sebelum saya dan, saya percaya dengan kualitas yang lebih baik. Hanya, katakan saja tulisan ini merupakan versi sederhana dari rangkuman yang saya istilahkan sebagai issue yang cukup spesial bagi saya, karena sabagai penulis, ini adalah untuk pertama kalinya saya menulis tentang MinangKabau. Juga janganlah banyak berharap dari tulisan saya ini, karena rangkuman tulisan ini hanya didasari oleh keingin tahuan saya yang lebih dalam mengenai MinangKabau, bagaimana caranya? saya berusaha mengumpulkan data sejarah, mitos-mitos serta data penunjang lainnya, lalu saya tuangkan kedalam tulisan ini agar saya dapat mengurut segalanya dari mula asal muasal masyarakat Minang. Dengan cara inilah saya berusaha untuk memahami masyarakat Minang lebih baik, jadi sebenarnya tulisan ini saya buat hanya untuk diri saya sendiri, tapi, what the hell, I leave it to you guys to read, it's free !!

Dasar pengertian saya, bahwa semua yang sudah pernah ditulis oleh para penulis tentang MinangKabau, baik mengenai adat istiadat ataupun legenda serta mitos yang beredar selama ini, bersumber dari informasi yang tidak pernah ditulis secara formal sebelumnya, atau dengan kata lain saya berpendapat bahwa belum pernah ada yang melakukan "Exploratory Study" secara formal terhadap sejarah perkembangan masyarakat Minang. Jadi siapapun sah-sah saja untuk menganggap dirinya mengetahui dan mengerti tentang MinangKabau. akan tetapi, walau bagaimanapun, untuk para penulis sebelum saya, saya ucapkan terimakasih karena sedikit banyaknya dari apa yang telah saya baca melalui tulisan Anda semua, telah menimbulkan semangat serta inspirasi bagi saya untuk membuat tulisan mengenai Minangkabau ini.

Pembaca yang budiman, tulisan ini dibuat tidak ada niat sedikitpun untuk memojokkan atau apalagi menghina seseorang, kelompok maupun etnik yang mempunyai kehidupan sosial dan pandangan berbeda, tetapi saya hanya berusaha menuangkan realita sejarah dari sisi kenyataan yang lain. Walaupun pembaca akan menemukan ada beberapa kata2 yang agak "tajam", bertujuan hanya untuk menegaskan maksud yang terkandung didalam bab ataupun satu alinea tertentu.

Dan terakhir, berkaitan dengan tulisan saya ini pula, saya membuka diri untuk secara obyektif dikritik habis-habisan serta menerima masukan yang original.

Penjelasan UMUM

BUKITINGGI (VOC name; Fort de KOCK), a walking distance city, an up hill city (Plateau) with STAIRS every where - Population 200 thousands - The above view is a Short Cut "Limpapeh" heritage bridge - between FORT DE KOCK Fortress & ZOO Bukitinggi - Kompas, 2 November 2003

RANGKIANG - A place like a barn to stocking RICE (padi)

Untuk memudahkan anda semua para pembaca dalam memahami tulisan saya, dibawah ini adalah penjelasan singkat tentang inti dari setiap bagian dari tulisan ini.
Pertama-tama pada Bab "Halo apa khabar" (sebelum Bab tulisan ini)para pembaca akan mengetahui dasar alasan saya dalam membuat tulisan tentang MinangKabau ini, disertai dengan pemahaman saya tentang posisi tulisan-tulisan yang telah dibuat oleh penulis-penulis sebelum saya.
Kemudian pada Bab "Gambaran sekilas MinangKabau" (setelah Bab ini) dapat diketahui metode apa yang saya gunakan dalam menyusun tulisan ini.
Pada Bab-bab berikutnya anda pembaca yang budiman akan mulai masuk kedalam inti dari tulisan ini antara lain; gambaran ringkas Minangkabau secara umum, kemudian inti dari inti tulisan ini, yaitu sejarah perkembangan masyarakat Minang sejak zaman nenek moyang pertama sampai dengan pendudukan kolonial Belanda. Khusus pada bagian ini, saya memakai metode "Historical Research"(HR) dalam melakukan pengamatan, sesuai dengan metode yang telah dikembangkan oleh Wiersma (1991). Selama proses pengamatan dengan metode HR ini, saya membagi pelaksanaan metodology ini menjadi empat tahap, yaitu pertama adalah pengidentifikasian dari masalah, mengumpulkan dan mengevaluasi sumber-sumber terpercaya, kemudian saya membuat satu Sintesa dari informasi yang terkumpul, lalu tahap akhir adalah membuat analisa Interpretasi untuk menghasilkan beberapa Hypothesa.
Hypothesa-hypothesa yang saya tuangkan pada bagian akhir tulisan ini yang saya beri judul "Komentar SAYA", adalah perupakan pertanyaan-pertanyaan saya dari hasil kajian beberapa aspek pengamatan terhadap keseluruhan data perkembangan masyarakat Minang yang saya uraikan dibagian sebelumnya, dengan didasari pengertian bahwa sebuah hypothesa adalah statement yang menegaskan hubungan-hubungan dari beberapa konsep penyelusuran bagian-bagian sejarah yang saling berkaitan, dimana konsep-konsep tersebut menampilkan sesuatu yang bermakna, sesuai dengan penjabaran dari Bauma (1993) tentang arti dari hypothesa itu sendiri.

Selamat membaca
Tidak ada satu kalimat pun dikopi dari WEBSITE

Gambaran sekilas MINANGKABAU

MAP TOURISM of West Sumatra

ANAI Valley - one hour from Padang city - at the foot of mount TANDIKEK - Padang Pariaman district - Fog Train (called "Mak Itam")crossing on the above road Padang to Bukitinggi - Garuda magazine, July 2010

Pagaruyung, Istano BASA, a wooden Palace replica - Tanah Datar district - Kompas, 14 November 2001

MinangKabau menempati satu wilayah yang berada dalam propinsi Sumatra Barat, dimana kultur peradaban dari masyarakatnya secara umum sebenarnya tidak banyak berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya yang berada dalam wilayah Republik Indonesia.
Beberapa ratus tahun yang lalu memang ada satu kerajaan yang dijunjung serta disegani oleh masyarakatnya, akan tetapi sudah lama punah, betul2 punah, habis, tidak ada satupun keturunan dari keluarga kerajaan Minangkabau yang masih hidup sekarang (walaupun masih banyak yang mengaku-ngaku, seperti Kompas 6 Agustus 2001 memunculkan sebuah nama wanita, GADIH RENO RANTI yang dianggap sebagai penerus pemerintahan Kerajaan PAGARRUYUNG setelah dihancurkan VOC - silahkan percaya / tidak, saya belum bisa percaya, karena sangat mungkin nama tersebut hanya keturunan dari ADITYAWARMAN - mari baca tulisan ini sampai selesai untuk mengetahui siapa ADITYAWARMAN sesungguhnya, menurut saya).
Sejalan dengan perkembangannya, masyarakat Minang menjadi satu bentuk komunitas dimana kata DEMOKRASI dan bebas mengemukakan pendapat sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang akarnya telah tertanam sejak kerajaan pertama tumbuh ditanah Minang.

Penulis mencoba untuk menelusuri keberadaan masyarakat MinangKabau dengan cara sederhana tapi masih tetap memakai kaidah-kaidah yang lazim dipergunakan oleh penulis lainnya. Untuk itu penulis mencoba untuk menghubungkan Tambo-tambo yang beredar dimasyarakat asli Minang sampai dengan zaman pendudukan VOC di wilayah Minang. Penulis juga tidak dapat melepaskan diri dari apa yang telah dan pernah ditulis oleh penulis sebelumnya tentang Minangkabau.
Dikarenakan tulisan ini adalah mengenai sejarah perkembangan dari sejak zaman sebelum masehi, maka metode dasar yang dipakai dalam melakukan pengamatan adalah metode Historical Research agar proses dapat dilakukan secara sistematis dalam hal penggambaran, analisa dan interpretasi kondisi waktu lampau berdasarkan informasi dari sumber yang terpilih yang tentunya berkaitan dengan topik pembahasan.

Selamat membaca, mudah-mudahan tulisan yang masih jauh dari kebenaran sejarah ini dapat membuat para pembaca dapat merenungkan kembali apa dan bagaimana sebenarnya masyarakat MinangKabau itu. Penulis juga sangat berterimakasih jika ada masukan informasi untuk lebih mempertajam hypothesa-hypothesa yang telah dipakai oleh kita semua selama ini.

Penulis, Mara


CATATAN KECIL
From the book - Reid, A (1995), Witness to Sumatra, Oxford University Press, British Council library, Jakarta

Captured by MINANGKABHU
Henrique DIAS

Karamnya kapal Portugis bernama Sao Paulo diwilayah sebelah barat pantai Sumatra pada tahun 1561 sudah terdengar santer pada abad 16, hal itu dikarenakan bencana yang dihadapi oleh kapal Portugis pada masa itu sudah pernah dipublikasikan pada buletin maritime Lisbon tahun 1735. Kapal berbendera Portugis tersebut sedang dalam perjalanan dari Tanjung Harapan (Cape of good hope) menuju Goa, ditengah badai besar, kapal bernama Sao Paulo tersebut terseret gelombang badai sampai diwilayah Sumatra, kemungkinan disekitar daerah Tiku, sebagian besar barang bawaan kapal masih dapat diselamatkan, kemudian dengan sisa bangkai kapal dibuatlah kapal-kapal kecil untuk berusaha berlayar menuju daerah Banten, dalam perjalannnya, rombongan kapal naas itu menghadapi beberapa pertempuran dengan kapal-kapal dari bangsa aceh

Mision to MINANGKABHU Kingdom
Thomas DIAS

Pada sekitar abad 17, Raja Pagarruyung dari wilayah MinangKabhu diisukan sangat kharismatik dan berkuasa penuh. Wilayah kerajaan berpusat di Tanah Datar, yang terkenal pada masa itu sebagai tambang emas yang paling mudah dijarah, karena emas tidak perlu digali terlalu dalam untuk ditemukan. Gubernur Jendral Belanda Cornelis van Quelbergh yang mewakili VOC untuk wilayah Dutch Malacca pada tahun 1641 mengutus Thomas Dias (warga Portugis di Malacca, karena memang sebelumnya dikuasai oleh Portugis) untuk menuju sungai Siak dan berusaha melakukan kontak dengan Raja MinangKhabu dalam melakukan kesepakatan perdagangan emas, lada serta Tin, juga sebagai utusan untuk membicarakan konflik yang sudah lama berjalan antara Dutch Malacca dengan Johore, Siak,Jambi dan Palembang. Peneliti terakhir meragukan data tentang perjalanan Thomas Dias, karena Pagarruyung tidak dekat dengan sungai Selo di Tanah Datar, tetapi mungkin lebih jauh ke utara didekat sungai Sinamar antara Buo dan Kumanis.

Batas GEOGRAFIS tanah MinangKabau

OBJECT TOURISM DISTANCE - West Sumatra

RANGKIANG - A place to stocking RICE (bareh) - Location; At a village in KOTO TANGAH district


Inside RUMAH GADANG - Tilatang village - Built in 1905 - By Dja'a Dt Batuah, Former Demang (now, bupati) AMPEK (four) ANGKEK (lift up) district

Tanah MinangKabau atau yang lebih populer disebut sebagai Ranah Minang berada didaerah propinsi Sumatra Barat yang termasuk didalamnya kepulauan Mentawai. terletak antara 1' lintang utara sampai 3' lintang selatan dan 98' bujur barat sampai 102' bujur timur, sebagian besar wilayah tersebut berada dipantai sebelah barat pulau Sumatra.
Secara geografis pemerintahan wilayah Sumatra Barat dibatasi oleh Propinsi Sumatra Utara dan Riau disebelah utara, propinsi Riau dan Jambi disebelah timur, propinsi Jambi dan Sumatra Selatan disebelah selatan serta Samudra Indonesia yang berada disebelah barat.


Catatan,
Pacu itiak (traditional Duck's race) di Lima Puluh Koto district
Ducks to fly as far as they can on a straight lane

Relief daratan diwilayah MINANGKABAU

Very old traditional house - BODY CHANIAGO style - ASRI magazine, No. 145, page 34


LAMBANG (logo) ibukota Kabupaten (each of central district) - Kompas news 2001-2004

Secara historis garis besar relief darata ranah Minang terbagi atas tiga bagian besar yaitu;

1. Wilayah Daratan
Atau yang biasa disebut sebagai Darek (darat) oleh orang Minang, mencakup dataran
tinggi didaerah pegunungan Bukit Barisan, lembah gunung Singgalang, Tandikat dan
lembah gunung Sago Merapi yang mana diyakini merupakan Ranah Minang asli atau
biasa disebut ALAM MINANGKABAU

Diwilayah Darek tersebut terbagi lagi menjadi tiga bagian yang disebut;
. Luhak Agam, yang berada dilembah dataran tinggi gunung Sago Merapi yang
berpusat di Bukit Tinggi
. Luhak Lima Puluh Koto atau Luhak Nan Bungsu, yang berada dilembah dataran
tinggi gunung Sago merapi yang berpusat di Paya Kumbuh
. Luhak Tanah Datar, yang berada dilembah dataran tinggi gunung Tandikat-
Singgalang Merapi dan berpusat di Batu Sangkar

Ketiga Luhak tersebut biasa lebih dikenal dengan sebutan LUHAK nan TIGO

2. Wilayah Pesisir
Merupakan dataran rendah disebelah barat Bukit Barisan dan berbatasan dengan
Samudra Indonesia, termasuk dalam wilayah ini adalah
. Kabupaten Padang Pariaman yang berpusat di Pariaman
. Kota Madya Padang
. Kabupaten Pesisir Selatan yang berpusat di Painan

3. Wilayah Rantau
Adalah dataran rendah yang berada disepanjang belahan timur Bukit Barisan, merupakan daerah hulu sungai2 besar yang bermuara ke Selat Malaka, termasuk dalam daerah ini adalah,
. Kabupaten Pasaman yang berpusat di Lubuk Sikaping
. Kabupaten Sawah Lunto-Sijunjung yang berpusat di Sawah Lunto
. Kabupaten Solok yang berpusat di Solok

Kehidupan SOSIAL di ranah MINANG

Bukitinggi 90s - Pasar Atas Lembah ANAI, between Padang & Bukitinggi - Historical Waterfall & Railway train for black Locomotive (Mak Itam) - Photographed 1950s

Dja'a Dt Batuah & brothers - Photographed in late 1800 - Tilatang

MinangKabau merupakan satu kelompok etnis masyarakat yang mempunyai adat istiadat dan falsafah hidup yang kuat. Agama Islam adalah merupakan dasar dari adat dan falsafah hidup dari masyarakat Minang saat ini seperti tertuang didalam salah satu prinsip hidup mereka,

adat bersendi Syara'
Syara' bersendi Kitabullah


Dengan iklim yang cukup sejuk didaerah tropis basah dimana suhu berkisar antara 15 sampai 24 derajat celcius didataran tinggi serta 27 sampai 32 derajat celcius didataran rendah (daerah pesisir) serta curah hujan rata2 pertahun sekitar 300 mm, kehidupan masyarakat didominasi dengan bertani dan bercocok tanam. menjadi nelayan adalah merupakan mata pencaharian lain bagi masyarakat didaerah pesisir disamping berkebun kelapa atau bersawah.
Dalam masa perkembangannya sebagian dari masyarakat Minang banyak yang meninggalkan kehidupan tradisional tersebut, terutama kaum muda banyak yang menjadi pedagang (manggaleh) kelontong atau tekstil serta banyak yang membuka rimah makabn dikota2 besar. Selain itu sebagian kecil ada juga yang berusaha dibidang kerajinan tradisional atau industri rumah (tenun dan rajutan).

Kembali pada sistem ke NAGARI an
Sejak dicanangkan kembali Otonomi Daerah berdasarkan Undang2 No. 22 Tahun 1999; tentang Pemerintahan Daerah, wilayah MinangKabau kembali melaksanakan otonomi daerah dengan berbasiskan sistem NAGARI, sedikitnya ada sekitar 543 wilayah nagari yang terdapat didalam Propinsi SumBar.
Nagari menurut PerDa SumBar No. 9/2000 yang dikeluarkan oleh DPRD SumBar (16 Desember 2000), tentang Ketentuan pokok pemerintahan nagari, adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah Provinsi SumBar, yang terdiri dari himpunan beberapa SUKU yang mempunyai wilayah tertentu batas2 nya, mempunyai harta kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahannya. Disnilah cerminan jiwa DEMOKRATIS masyarakat Minang yang tertuang dalam sistem organisasi pemerintahan daerahnya, karena NAGARI adalah NEGARA dalam skala kecil, yang self contained, otonom dan mampu membenahi diri sendiri.

Ketiga unsur utama dari perangkat pemerintahan ada didalam tatanan NAGARI, yakni; unsur LEGISLATIF, EKSEKUTIF dan YUDIKATIF, tetapi juga merupakan kesatuan Holistik bagi perangkat tatanan Sosial-Budaya.
Keampuhan konsep NAGARI, adalah terhimpunnya semua simpul kekuatan dan otoritas, tidak hanya kesatuan Teritorial, tetapi juga kesatuan Adat, tidak hanya unit pemerintahan formal tetapi juga informal dan mempunyai wewenang kekuasaan yang sifatnya Otonom dan mandiri.

Pada masa lalu, pemerintahan ORDE BARU turut andil dalam memporak porandakan sendi2 tatanan pemerintahan terendah diwilayah Minang sekaligus memperlemah institusi Budaya dan Kesenian masyarakat Minang saat itu, dengan dipecahnya NAGARI2 menjadi pemerintahan DESA2 seperti di "TANAH JAWA", dengan maksud agar pemerintah Pusat tidak pusing dengan perbedaan sistem pemerintahan yang ada di SumBar saat itu. Pemerintahan DESA yang sangat HIERARKHIS SENTRALISTIK FEODALISTIK (Sosiolog DR Mochtar NAIM) dan sangat tidak sesuai dengan jiwa serta akar Budaya masyarakat Minang yang DEMOKRATIS, telah menimbulkan sikap APATISME di masyarakat MINANG. Begitu pula, lembaga2 tradisional yang sebelumnya sangat berperan aktif dan disegani masyarakat, berubah hanya jadi pajangan pada saat PEJABAT turun (meninjau) ke DESA !!
Akibat tekanan bathin yang panjang selama ORDE BARU, dimana rakyat tidak diperbolehkan bersuara dan berinisiatif sendiri (persis! seperti pada masyarakat dikerajaan monarkhi absolut di JAWA, dulu?) apalagi jika tidak sesuai dengan kehendak pemerintah Pusat masa itu, hal tersebut merupakan proses pengebirian masyarakat yang terjadi selama lebih dari satu generasi, membuat watak rakyat Minang yang aslinya EGALITER dan DEMOKRATIS mengalami degradasi menuju watak "JAVANIST" (Bukan bermaksud meremehkan masyarakat JAWA, tetapi ORDE BARU menekan masyarakat MINANG untuk menjadi JAWA).

Tetapi hai (native) MINANGKABAU, mari bangkit kembali menjadi etnik yang berkualitas, demokratis dan maju. Kita sudah biasa dihadapkan dengan tekanan, penghancuran dan perusakan watak secara terstruktur dari sejak zaman menghadapi ADITYAWARMAN yang "ramah tetapi, I my self haven't got any clue what was his purpose came to Tanah Datar at that time" (bingung? silahkan baca seluruh tulisan ini sampai selesai), kebrutalan kaum PADRI yang mengaku ingin menegakkan ajaran Islam, tetapi sebenarnya ternyata cuma mau mempertahankan hegemoni perdagangan etnik ACEH di wilayah Minang (Jangan yakin dulu dengan dogma selama ini yang menyatakan bahwa Mr. IMAM BONJOL adalah National Native Hero, karena hingga saat ini masih menjadi pro & kontra), hingga perang saudara PRRI (1959 - 61) yang sempat merubah kultur budaya (cultural shifted) serta meruntuhkan kepercayaan diri masyarakat Minang saat itu, dan terakhir sebagai GONG nya, tekanan pemerintahan ORDE BARU.
Seluruh deraan itu mari kita anggap sebagai "field training" untuk membangun kekuatan dan kemajuan kita - Because, the real HERO is in us....


Catatan kecil,
Komunitas suku BUNIAN di kedalaman hutan wilayah MinangKabau
Satu komunitas kecil yang telah ada sejak zaman dulu
Komunitas yang dapat menyatu dengan alam sekitarnya dalam arti yang sebenar-benarnya
Kecuali orang Bunian sendiri, mereka tidak akan terlihat secara kasad mata
Mereka sangat akhli melakukan "mimikri" seperti Bunglon

Zaman NEOLITHIKUM

Indonesia old STAMP - Rumah GADANG (wooden) - Private Collection (MI)

PADANG beach city (temperature almost 40'C), capital of West Sumatra province - Population almost 800 thousands - Kompas 15 Februari 2001

STONE STABBED (by sword) statue - Dusun Tuo - Kompas, 13 Juni 2001

Dilihat dari urutan sejarah, perkembangan masyarakat Minang tidak terlepas dari pengaruh serta percampuran budaya dengan bangsa2 lain yang berasal dari daratan Asia seperti India dan Cina yang datang ketanah Minang sejak zaman sebelum masehi

Zaman NEOLITHIKUM (near after STONE AGE era)
Dari masa Neolithikum belum banyak informasi yang dapat dikumpulkan mengenai asal-usul masyarakat daerah Minang, karena sumber2 Pra-Sejarah dari daerah ini masih sedikit dan terbatas yang dapat ditemukan. Dari Tambo2 yang ada di masyarakat Minang juga tidak pernah menyebutkan tahun kejadian secara pasti. akan tetapi menurut akhli2 sejarah, abad kedua sampai ketujuh masehi dapat dikategorikan sebagai permulaan sejarah didaerah Minang, dikarenakan menurut para akhli tersebut, kemungkinan perantau dari keturunan masyarakat Aryan di Asia Tengah yang sekitar tahun 500 SM telah sampai di Ceylon (wilayah Thai sekarang)

Pada sisi lain para arkeolog meyakini bahwa wilayah Minang telah didiami oleh satu kelompok masyarakat yang serumpun dengan bangsa AUSTRONESIA atau lebih dikenal dengan bangsa MELAYU TUA sejak zaman Neolithikum lebih kurang 2000 tahun SM. Bersamaan dengan masa tersebut, didaratan India juga telah muncul kelompok masyarakat disekitar dataran sungai INDUS yang diyakini sebagai kerajaan BABYLONIA pertama diwilayah MESOPOTAMIA. kebiasaan utama dari kelompok masyarakat pertama diwilayah Minang ini adalah agraris yang sangat sederhana. Pekerjaan sehari-hari lebih didominasi oleh kaum wanita sehingga kaum wanita memegang peranan penting didalam keluarga. Jadi dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa sejak zaman inilah dasar2 dari paham Matrilinear mulai tumbuh di masyarakat daerah Minang yang hingga sampai saat ini manjadi akar budaya Minang, walaupun Islam sebagai agama terakhir yang dianut oleh masyarakat Minang mempunyai paham Patrilinear.

Dilihat dari peninggalan2 perunggu yang terdapat didaerah Kerinci, para arkeolog juga menyimpulkan bahwa pada sekitar tahun 300 SM telah terjadi gelombang pendatang dari rumpun bangsa Melayu Muda yang memasuki wilayah Minang dengan membawa kebudayaan Perunggu. percampuran dari bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda inilah yang melahirka nenek moyang masyarakat Minang kemudian dengan kebudayaan Perunggu pada zaman Megalithikum
Sebagian dari masyarakat Minang tradisional samapi saat ini masih mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari salah seorang panglima perang dari ISKANDAR ZULKARNAEN (Alxander the Great) yang datang dari Hindia Belakang, yang datang mengungsi kedaerah Minang serta menetap diPuncak Merapi. Oleh sebab itu, masyarakat tradisional Minang percaya bahwa nenek moyang mereka turun dari puncak gunung Merapi, sesuai dengan Tambo yang banyak beredar dikalangan rakyat Minang, seperti pantun dibawah ini,

Dimana diselai pelita
Dibalik telong nan bertali
Dimana turun ninik kita
Dari atas gunung Merapi


Dapat ditarik satu kesimpulan bahwa kemungkinan ada korelasi antara nenek moyang pendukung kebudayaan Perunggu pada zaman Megalithikum dengan kedatangan panglima dari Raja ISKANDAR ZULKARNAEN (IZ) sebagai penerus dynasti Darius I yang pertama menguasai wilayah PUNJAB sekitar tahun 518 SM, seperti dapat dibaca dari kutipan legenda rakyat tentang asal muasal masyarakat Minang dibawah ini.


Catatan kecil,
MAK ITAM, adalah julukan masyarakat Minang bagi kereta api ber LOKKOMOTIF warna hitam dengan tenaga uap yang telah ada sejak sekitar 1800 an di MinangKabau
Kereta ini melalui rel bergerigi untuk melewati daerah tanjakan
Image yang dramatis adalah ketika kereta tersebut terlihat sedang melewati tepian danau SINGKARAK, berdampingan dengan jalur kendaraan

Kerajaan pertama di MINANGKABAU

Traditional folk "DISHES" dance festival in Bukitinggi - Kompas, 14 desember 2004

The heritage RUMAH GADANG - Basandi Batu (stone based)- Tilatang village, AGAM district- Built circa 1905 by Dja'a Dt Batuah - KOTO PILIANG style - Every big family in MinangKabau ethnic should have a big house, how ever, this house is inherited only to women descendant in family, boys are to be left the house (Matrilinear patronage)

Pada sekitar tahun 300 SM, tiga panglima perang IZ yaitu Bartholomeus, Silencos dan Antigonus terusir dari Punjab (dikenal sebagai Lima Mata Air) setelah Chandra Gupta kembali memperoleh kekuasaannya diwilayah dataran rendah sungai Indus dari dynasti Darius, tidak lama setelah IZ wafat. salah seorang panglima yang terusir itu berlayar dengan para pengikutnya menuju daerah Asia Tenggara dan menetap lama di Hindia Belakang. Pada saat menetap itu diperkirakan telah terjadi asimilasi dengan rumpun Melayu Muda yang mempunyai kebudayaan perunggu. Setelah itu mereka kemudian berlayar kembali dan sampai didaratan pulau Sumatra dengan menyusuri sungai Kampar hingga tiba dihulunya, danau Singkarak. Besar kemungkinan dikarenakan ingin menyelamatkan diri dan daya tarik pegunungan, maka menetaplah mereka dipuncak gunung Merapi. Kemudian sejalan dengan perkembangan mereka, semakin dirasakan kebutuhan perluasan daerah pemukiman mereka, maka terjadilah perpindahan2 untuk perluasan daerah mereka tersebut.

Perpindahan pertama mereka adalah kearah Pariangan yang terletak dilereng gunung Merapi, yaitu disekitar tepi jalan Padang Panjang - Batu Sangkar sekarang. Perpindahan selanjutnya keberbagai tempat disekitar gunung Merapi. Sejalan dengan perpindahan dan penyebaran mereka, diperkirakan mereka kemudian membutuhkan semacam tali pengikat yang dapat membuat mereka tetap berhubungan dan mempunyai aturan berkehidupan yang sama, kebutuhan ini akhirnya terpenuhi dengan jalan mereka mendirikan semacam kerajaan di KOTO BATU, dapat dianggap sebagai kerajaan pertama yang ada di tanah Minang, lokasinya kira2 terletak di Pariangan dengan pemimpin atau raja pertama nya adalah si panglima itu sendiri dengan gelar Sultan SHRI MAHARAJ DIRAJ (sangat mungkin memakai turunan dari bahasa Punjab?). Kalaupun disebut kerajaan, kerajaan itu belum teratur rapi, karena yang menyatukannya hanyalah wibawa sang Raja.

Perubahan sistem KERAJAAN

Senior & respectable people (Ninik-Mamak / Tetua) in CLAN - Kompas, 11 Jnui 2004

DAREK (darat, means a mountain people) traditional gown at TILATANG village, Bukitinggi District, 1970s - For formal ceremony purpose

Kerajaan KOTO BATU bertahan cukup lama, raja kemudian memperistrikan tiga wanita yang bernama; CINTO DUNIA (CD), PUTI SEDAYU (PS) dan INDO JELITA (IJ). Dari CD, Sultan mempunyai anak bernama Dt Bandaro Kayo, dari PS mempunyai anak bernama Dt Maharajo Basa sedangkan dari IJ mempunyai anak bernama St Paduko Basa atau Dt Ketumenggungan.
Setelah Sultan wafat, sistem kerajaan tidak dapat dipertahankan lagi, penggantinya seorang Penghulu yaitu DT Suri Dirajo, mantan salah seorang pengiring Sultan, yang kemudian mengajak dua orang penghulu lainnya yaitu Dt bandaro Kayo dari PARIANGAN dan Dt Maharjo Basa dari PADANG PANJANG untk bersama sama menjalankan pemerintahan. Janda Sultan, IJ menikah kembali dengan akhli pikir Sultan yang bernama CETI BILANG PANDAI (CBP) yang kemudian melahirkan lima orang anak yaitu; Jatang St Balun dengan gelar Dt Perpatih nan Sebatang, Puti Jamilan, Kalan Dunia, Puti Reno Suda dan Mambang Sutan.
Ketika keturunan Sultan dan keturunan CBP telah berangkat dewasa, ketiga penghulu bersepakat untuk mengangkat St Paduko Basa (anak IJ), Jatang St Balun (anak IJ & CBP) dan Kalan Dunia (anak IJ & CBP) menggantikan posisi mereka sebagai penghulu dengan masing2 diberi gelar Dt Ketumenggungan, Dt Perpatih nan Sebatang dan Dt Marajo Mego.
IJ menurunkan warisannya kepada kedua anak tertuanya, yaitu Dt Ketumenggungan dan Dt Perpatih nan Sebatang, dua saudara yang berlainan bapak. Dari sinilah cikal bakal siste pewarisan keluarga di Minangkabau terbentuk.
Karena sistem kerajaan KOTO BATU di Pariangan sudah hilang, Dt Ketumenggungan dan Dt Perpatih mendirikan kerajaan baru yang bernama DUSUN TUO. Sepanjang masa inilah mereka merancang dan mensahkan 22 macam aturan induk yang dikemudian hari dikenal sebagai aturan adat MinangKabau.

22 macam aturan INDUK

PAGARUYUNG PALACE, Batu Sangkar, Tanah Datar district - The Jakarta Post, 12 November 2000


The CARNIVAL - Chief of clan (Penghulu) election - Mambangkik batang tarandam (The raise of the old type of chief's clan)

1. Adat nan Ampek
. Adat nan sabana Adat
. Adat nan diadatkan
. adat nan teradat
. Adat istiadat

2. Kato nan Ampek
. Kata Pusako
. Kata dahulu batapati (ditepati)
. Kata kemudian bacari (dicari)
. Kata mufakek (mufakat)

3. Nagari nan Ampek
. Taratak
. Dusun
. Koto
. Nagari

4. Undang nan Ampek
. Undang Luhak
. Undang Nagari
. Undang Dalam Nagari
. Undang Duo Puluah

5. Nama Hukum nan Ampek
. Hukum Lamo (lama)
. Hukum Manogamo (Agama)
. Hukum Basamo (Bersama)
. Hukum Bakarano (Dikarenakan)

6. Setelah Islam masuk (670 M)
nama hukum menjadi
. Hukum Baina
. Hukum Karano
. Hukum Ilmu
. Hukum Ijtihad

7. Cupak nan Duo
. Cupak Usali (asli)
. Cupak Buatan

Batu2 yang menandai pembuatan aturan yang 22 ini adalah BATU PUNTA, PECATURAN & KASUA PUNTA yang masih dapat ditemukan berada didusun TUO daerah BATU SANGKAR sekarang

Peraturan pada masa kerajaan DUSUN TUO

Silhouett of TALANG mountain's hill, water source for DIATAS lake (head water of BATANGHARI river) - Kompas, 24 September 2006

Amay-amay (adult women) bringing gifts (pasambahan / seserahan) for the innauguration ceremony of DATUK PAMUNCAK (the highest Chief in Clan) - Kompas news, 26 Agustus, 2002

1. Penghulu atau jabatan penghulu diwariskan kepada kemenakan dan gadang penghulu
dibongkah tanahnya
2. Harta dibuat oleh kaum, diwarisi oleh kemenakan dan mengangkat penghulu dengan
kesepakatan kaum
3. Batas / bintalak sawah kebawah, satu hasta dibawah pematang yang paling bawah
4. Batas ladang / bintalak ladang pada arah ketinggian satu hasta diluar pagar
5. nagari balingka (berlingkar) aur (sungai) dan balingka parit
6. Parit adalah batas nagari, satu hasta kekiri-kanan parit, termasuk tanah parit itu
7. Penghulu adalah pelaksana adat yang 22
8. Kampung berpagar batu pada setiap sudutnya
9. Bandar sawah berbatas satu depa kiri dan kanannya
10. Jalan berbatas satu depa kiri dan kanannya
11. Rimba diberi batas menurut aliran anak sungai yang ada didalamnya
12. Bukit adalah semenjak mulai pendakian sampai habis penurunan
13. Lurah adalah sehabis penurunan sampai mulai pendakian
14. Lereng adalah semenjak mulai pendakian sampai habis pendakian

Pembagian wilayah ADAT

JENJANG 44 (44 stairs) - Heading to PASAR ATAS (traditional market) from BANTO market (down under) - Close to Bukitinggi ZOO - KotaKota magazine, 2004


Woman traditional ceremonial HAT - Since late 19 century - In Darek (darat) region; Luhak Agam, Limo Puluah Koto & Tanah Datar districts

Setelah adanya aturan induk yang 22, maka dimulailah pembentukan suku2 dan penghulu2nya. Sedangkan pembagian Luhak dilakukan dengan cara pemenggalan sebuah batu menjadi tiga bagian sedemikian rupa sehingga pangkalnya masih bersatu, batu ini masih terdapat didusn Tuo. Luhak2 tersebut adalah; Luhak Tanah datar, agam dan Luhak 50 Koto. Ketiga Luhak tersebut dikenal dengan sebutan Luhak nan Tigo. Dari ketiga Luhak itulah oleh Dt Perpatih & Dt Ketumenggungan dibentuk nagari-nagari

Setelah wafatnya INDO JELITA & CETI BILANG PANDAI, Dt Perpatih & Dt Ketumenggungan menyepakati untuk membagi wilayah nagari2 yang terdapat dalam ketiga Luhak menjadi dua bagian yang masing2 dikuasai oleh mereka. pembagian wilayah tersebut tidaklah berjalan mulus, kedua pihak tenggelam dalam percekcokan yang serius. Tetapi berkat kearifan kedua Datuk tersebut, percekcokan bisa didamaikan ditandai dengan menancapkan pedang mereka kepada sebuah batu besar. Batu yang mereka tikam itu oleh masyarakat Minang sekarang dikenal sebagai BATU BATIKAM yang masih dapat ditemui didaerah BATU SANGKAR

Mengingat kearifan dan keselarasan dari kedua Datuk dalam menyelesaikan masalah pembagian wilayah tersebut, Dt Perpatih dikenal sebagai "Budi nan berharga" atau dengan sebutan BODI CHANIAGO, sedangkan Dt Ketumenggungan dikenal sebagai yang baik dalam "Pilihan kota-kota" yang kemudian disebut sebagai KOTO PILIANG.
Wilayah2 yang tidak termasuk dalam pilihan kedua Datuk tersebut diserahkan kepada Dt Bandaro Kayo, putra Sultan dengan CINTO DUNIA yang menjadi salah seorang penghulu pertama dahulu. Wilayah yang dikuasai oleh Dt bandaro ini dikenal dengan nama LAREH nan PANJANG (Laras yang panjang) dan diibaratkan didalam pantun dibawah ini,

Pisang si kalek-kalek hutan
Pisang tumbatu nan berpatah
Bodi Chaniago bukan
Koto Piliang antah


Mulai pada saat itu telah terlihat ketiga wilayah tersebut mempunyai kelengkapan adat yang berlainan. setelah pembagian wilayah selesai, bubarlah kerajaan DUSUN TUO, Dt Perpatih & Ketumenggungan berangkat menuju daerah pilihan mereka yaitu ke Sungai Tanah dan mendirikan kerajaan baru bernama BUNGA SETANGKAI. Pada saatnya kemudian kerajaan diserahkan kepada NUR ALAM, adik salah seorang penghulunya, kemudian wilayah kerajaan dipindahkan ke BUKIT PATAH dan kerajaan baru itu kemudian dikenal dengan nama kerajaan BUKIT BATU PATAH. Istana di Bukit Batu patah ini dianggap merupakan Istano Basa yang pertama, akan tetapi sudah musnah terbakar tahun 1804 dalam sebuah kerusuhan brutal.

Pertandingan adu KABAU (kerbau)

STAMP - Traditional MinangKabau, 1971 Issue

A quiet & clean LANE at a DWELLING in Bukitinggi - KotaKota magazine 2004

FORT DE KOCK fortress, view to SIANOK cliff- The upper Bukitinggi - Photographed, Desember 1988

Pada masa Dt Perpatih nan Sebatang & Dt Ketumenggungan sudah berangkat tua, datanglah seorang nakhoda kapal yang membawa kerbau besar bertanduk panjang. Oleh Raja NUR ALAM disuruhnyalah nakhoda tersebut menghadap Dt Perpatih & Dt Ketumenggungan di Sungai Tanah. Setiba disana, sang nakhoda menantang kedua Datuk untuk mengadu kerbau. Dem melihat kerbau si nakhoda sedemikian besar dan panjang tanduknya, kedua Datuk mendapat akal dengan memasang tanduk besi dikepala anak kerbau yang belum menyusu selama seminggu. Pada saat kedua kerbau diadu, anak kerbau itu langsung menyeruduk keperut kerbau si nakhoda sehingga perut kerbau besar itu terbuka lebar, kerbau kemudian berlari kian kemari, sampai pada satu tempat isi perutnya terburai keluar. Tempat isi perut kerbau itu terburai keluar dinamakan Simpurut, sedangkan tempat dimana kerbau itu mati dan dikuliti dinamakan Sijangek (sikulit). Semenjak peristiwa tersebut kerajaan BUKIT BATU PATAH terkenal keluar dengan sebutan MinangKabau yang berarti menang mengadu kerbau.

Kerajaan PAGARRUYUNG pertama

ANAI WaterFall, sheer drops 40 to 60 meters often gaping on the right side of the path as we passed along it - TANDIKEK mountain - Padang Pariaman district - 6 km from Bukitinggi - Garuda magazine, July 2010

64 stairs to the ZOO & Bukitinggi MUSEUM in central city -This city is really just "a walking distance" - Kompas, 2 November 2003

A TRADITIONAL house of ordinary MINANG family - At SINGGALANG mountain's hill - A quiet warm & peaceful place, yes, I am pretty sure

Setelah NUR ALAM menjadi Raja, tidak lama kemudian dia memindahkan kerajaan kewilayah Pagarruyung, perpindahan pusat kerajaan ini menyebabkan nama kerajaan berubah untuk kesekian kalinya, menjadi kerajaan Pagarruyung. Pada masa kerajaan baru inilah Dt Perpatih nan Sebatang meninggal dan dikubur di Selayo kemudian Dt Ketumenggungan dikubur di Kota Anau. Belum ditemukan data autentik mengenai alasan pemindahan kerajaan dari BUKIT PATAH ke Pagarruyung, tetapi situs kerajaan tersebut masih dapat ditemukan saat ini didaerah Batu Sangkar, satu wilayah pedesaan tua yang terletak sekitar 50 Km disebelah tenggara kota Bukit Tinggi, sekarang ini Batu Sangkar merupakan nama dari ibu kota Kabupaten Tanah Datar.

Monday, April 19, 2010

Dynasti ADITYAWARMAN


BHAIRAWA Statue - Representative of King ADITYAWARMAN - Founded at Langsat river, head water of Batang Hari river (Water source from DIATAS lake, TALANG mountain's hill, SOLOK SELATAN district, West Sumatra)

Dari tambo2 yang beredar dapat disimpulkan bahwa cikal bakal kerajaan Pagarruyung didirikan pada permulaan abad pertama masehi, tetapi hal ini masih merupakan perdebatan dengan para akhli sejarah Indonesia yang (masih) menyimpulkan bahwa kerajaan terebut didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 pada saat menetap di wilayah BATU SANGKAR (melarikan diri?). Sangat mungkin bahwa Adityawarman hanya meneruskan kelangsungan kerajaan Pagarruyung yang sudah lama ada sebelum dia datang ke MinangKabau sekitar abad 14 M, karena berdasarkan data lain yang didapat, menyebutkan bahwa sejak abad ke 7 masehi, wilayah Minangkabau memang sudah merupakan bagian dari wilayah kerajaan Shrivijaya penganut aliran Budha, yang pemerintahannya pada masa itu berpusat disekitar lembah Siguntang diwilayah Palembang sekarang.
Pada perkembangannya pusat kerajaan Shrivijaya tersebut sekitar abad 12 dipindahkan kewilayah Jambi sekarang, kemudian pada sekitar tahun 1347 dibawah Adityawarman, pindah ke Pagarruyung (atau hanya sebagian dari keluarga kerajaan saja ?)

Belum begitu jelas korelasi antara kerajaan Pagarruyung dibawah pemerintahan NUR ALAM dengan zaman pemerintahan Adityawarman, apakah Adityawarman mengambil alih Pagarruyung dari tangan keturunan NUR ALAM atau hanya meneruskan kerajaan Pagarruyung yang telah lama ada sebelum Minangkabau masuk menjadi bagian wilayah Shrivijaya sejak abad ke 7 M. Kemungkinan lain didapat dari buku yang berjudul "MinangKabau; West Sumatra - Indonesia" yang diterbitkan oleh yayasan Gebu Minang 1993, dimana didalam buku tersebut diceritakan bahwa pada saat Adityawarman masuk ke wilayah Minang sekitar abad 14 M, seorang Datuk dari wilayah KOTO PILIANG memberikan wilayah Pagarruyung kepada Adityawarman untuk ditempati. Selanjutnya buku tersebut juga menyimpulkan bahwa pada abad tersebut sebenarnya Strata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau sudah terbentuk dengan didasari adanya pembagian wilayah KOTO PILIANG dan BODI CHANIAGO dengan segala perangkat birokrasi masing2. lebih jauh lagi yang dapat disimpulkan dari uraian pada buku tersebut ialah, bahwa Pagarruyung dibawah Adityawarman tidak pernah menjalankan pemerintahan secara deJure maupun deFacto untuk seluruh wilayah MinangKabau karena pada masa itu Pagarruyung hanyalah dijadikan satu symbol persatuan untuk seluruh wilayah MinangKabau.

Diera dynasti Adityawarman berada di Pagarruyung, dia & beserta para pengikutnya menganut kepercayaan agaman Budha Hinayana, walaupun sebagian besar masyarakat diwilayah BATU SANGKAR telah memeluk agama Islam. Pada masa itu Adityawarman mengangkat dua orang wakilnya (Perdana Menteri ?) dengan gelar Dt Perpatih nan Sebatang & Dt Ketumenggungan. Sampai disini timbul kembali pertanyaan besar mengenai keberadaan kedua Datuk tersebut, apakah keduanya memang ada dan hidup pada zaman Adityawarman atau bisakah ditarik satu pembenaran atas Hypothesa yang menyatakan bahwa kedua "Perdana Menteri" dizaman Adityawarman itu sebenarnya hanya mewariskan gelar yang sama dari pendahulunya di zaman kerajaan DUSUN TUO? Yang mana hal ini dapat dibenarkan didalam alam adat Minang mengenai pemakaian kembali gelar pusaka yang sudah lama hilang, biasa diistilahkan sebagai "Membangkitkan batang terendam", yaitu satu gelar atau posisi penghulu yang dulu sudah ada dan setelah beberapa keturunan gelar tersebut tidak pernah dipergunakan kembali dengan berbagai alasan, kemudian dimunculkan dan dipergunakan kembali.

Pada tahun 1511 saat Malaka jatuh ketangan Portugis, Pariaman berkembang menjadi pelabuhan besar didaerah pesisir, dimana pada masa itu pengaruh Aceh sudah sangat kuat sekali di kerajaan Pagarruyung. Kurang lebih pada pertengaan abad 16 M dengan mayoritas masyarakat diwilayah BATU SANGKAR sebagai pemeluk agama Islam, dimulailah zaman kerajaan pagarruyung era dynasti Adityawarman yang menganut Islam sebagai dasar kehidupan, dengan pemimpin pertama dalam dynasti itu bergelar SULTAN ALIF.

ADITYAWARMAN.......MAN, udah numpang hidup di Batu Sangkar, ngaku2 Pagarruyung dia yang mbangun..MASAK SIHH ??!!


Sodara2ku dan pembaca semua yang penasaran, Mr. Adityawarman yang ngaku jadi raja pertama di Pagarruyung, Batu Sangkar itu, pertama jadi raja disitu punya istri asal dari wilayah KEDIRI, JaTim, namanya BRAHMANIGEREGES dengan gelar Tuanku Gadih Puti Jamilan. Jadi Anda pembaca, kalau percaya keturunan Adityawarman adalah aseli Urang AWAK, Anda sudah salah BUESARR....hahahaha

Perkembangan sistem pemerintahan di PAGARRUYUNG

GOMBAK Hill's statue, Pagaruyung site - Written in ancient JAVANIST PALLAWA - Kompas, 20April 2003

PASAR "ATEH" (atas) heritage (traditional market) area - Close to SIANOK Cliff, ZOO, MUSEUM & Fort De KOCK Fortress - To BANTO market (down under) walk down through 44 stairs - Bukitinggi, photographed 1970s

Sesuai dengan data sejarah, pada sekitar tahun 1596 berlabuhlah untuk pertama kalinya kapal dagang Belanda dengan bendera VOC di daerah Pariaman. Sejak saat itu sedikit demi sedikit VOC mulai menggeser dominasi komunitas Aceh dalam dunia perdagangan diwilayah pesisir. Sementara itu pemerintahan desentralisasi bercorak hukum Islam dan hukum Adat telah berkembang dengan pesat didaerah MinangKabau. Pada masa itu pemerintahan Pagarruyung dijalankan oleh tiga orang raja yang berkuasa, biasa lazim disebut "Tungku nan Tigo Sajarangan", mungkin sangat mirip dengan sistem pemerintahan Presidium zaman sekarang. Sistem pemerintahan saat itu dijalankan dengan Raja Adat di Ruo, pemegang adat & lembaga, pemegang Tungkai yang kuat, kemudian Raja Ibadat di Sumpur Kudus, pemegang hukum Titah Allah, penegak iman dialam ini dan mengerjakan suruhan Nabi, lalu sebagai koordinator Adat & Ibadat adalah Yang Dipertuan RAJA ALAM di pagarruyung. ketiga raja ini disebut juga sebagai RAJO nan TIGO SELO, dibawah mereka terdapat BASA nan AMPEK BALAI, berkedudukan di empat Nagari, mirip dengan Dewan Menteri

. Datuk Bandaro di Sungai Tanah
. Tuan Kadi di Padang Ganting
. Tuan Indamo di Suruaso, dan
. Tuan Makhudun di Sumanik

Datu Bandaro menguasai BASA AMPEK BALAI (BAB), bertugas menjalankan pemerintahan sesuai yang digariskan oleh RAJO nan TIGO SELO. Dibawah BAB terdapat menteri2 yang sama kebesarannya dengan Penghulu di MinangKabau.
Sampai disini ada sementara pengamat yang menyimpulkan bahwa sistem pemerintahan Pagarruyung saat itu memakai dasar kerapatan adat KOTO PILIANG yang melaksanakan demokrasi secara hirarkhis berjenjang dengan pemimpin pucuk (Raja) sebagai pengambil keputusan akhir. berbeda dengan sistem BODI CHANIAGO yang tidak mengenal jenjang, malahan cenderung tidak mengakui Raja sebagai pucuk pembuat keputusan, walaupun kedua2nya dalam melaksanakan kerapatan adatnya sebagai sarana demokrasi terendah tetap memiliki kesamaan.


CATATAN SAYA
Jauh sebelum masa ADITYAWARMAN ada di pagarruyung sebagai Raja "aseli" MinangKabau (ngakunya), kerapatan adat di wilayah Minang sudah terbagi menjadi Koto Piliang dan Bodi Chaniago.
Tolong ada yang menjelaskan, bagaimana dapat dikatakan Adityawarman DIANGGAP sebagai raja pertama Pagarruyung? Bagaimana menjelaskannya, pemerintahan kerajaan Pagarruyung mengayomi kedua kerapatan adat yang sudah ada sebelum ADITYAWARMAN jadi Raja? Sedangkan Istano BASA Pagarruyung saja hanya mencerminkan KOTO PILIANG style?

Pengaruh VOC terhadap kerajaan PAGARRUYUNG


Dja'a Dt BATUAH (famous name; Damang CENGKOK, because his right-hand was bent/crooked) - Demang Ampek Angkek, Tilatang, in 1900 - Having medallions from Dutch's Queen - Really my ancestor..ckckckckckck

Pada akhir abad ke 17, kekuasaan VOC didunia perdagangan diwilayah Sumatra sudah sedemikian mengguritanya. Dengan jalan menguasai aspek ekonomi dan politik diranah Minang, Verenichde Oost Indische Company (VOC) telah menjadikan kota Padang sebagai pusat kegiatan perdagangan dan politik demi kepentingan mereka para petualang-pedagang belanda saat itu. Dalam perjalanannya, sering terjadi pertempuran2 sengit diwilayah MinangKabau, hal tersebut disebabkan antara lain karena kelompok pedagang asal Aceh masih ingin berusaha merebut kembali hegemoni perdagangan mereka yang sudah terdesak keluar wilayah Minang. Pengaruh VOC ini juga sedikit banyak mulai mengguncangkan tatanan ekonomi dan budaya yang berimbas pada keturunan kerajaan Pagarruyung pada masa itu, dengan munculnya konflik horizontal antara penganut ajaran Islam aliran Wahabbi (diduga sangat mirip dengan kelompok TALIBAN atau ALQAEDA sekarang, mungkin sama juga dengan syariat Islam ala ormas FPI?) dengan kelompok kaum adat yang dianggap saat itu sebagai penganut paham sekularisme didalam lingkungan keluarga kerajaan keturunan dari dynasti Adityawarman.

Bermula pada tahun 1803, ketika tiga orang haji (H Miskin, H Sumaniak & H Piobang) penganut aliran Wahabbi yang baru pulang dari Mekkah dan merupakan kelompok penganut yang secara kekerasan ingin mengembalikan kemurnian ajaran islam sesuai dengan mazhab Hambali (??), melakukan revolusi Islam di ranah Minang. Ketiga haji tersebut masuk kedaratan Sumatra melalui pelabuhan Pedir diwilayah Aceh, lalu melalui jalan darat menuju MinangKabau. beserta para kaum muda simpatisannya yang bermarkas didaerah Bonjol (memang desa ini tempat bermukimnya pedagang asal Aceh!!), mereka sangat tidak suka dengan penganut Islam yang menjalankan hukum agama secara sekuler yang lebih fokus pada adat dan kelembagaan atau aturan hukum yang dipengaruhi oleh kolonialis Belanda (katanya), hingga dianggap tidak sejalan lagi dengan kemurnian ajaran Islam yang menurut mereka tidak boleh berpandangan sekular. Mereka, para pengikut aliran Wahabbi menganggap sistem pemerintahan presidium TIGO RAJO dengan gelar "Tungku nan Tigo Sajarangan" pada masa itu telah melakukan praktek2 yang melanggar hukum agama. Sangat kuat dugaan bahwa gaya sistem pemerintahan Presidium tersebut adalah hasil rekayasa VOC (kata mereka lagi) demi untuk memecah belah kekuatan MinangKabau dibawah koordinasi Pagarruyung. Walaupun pada dasarnya sistem Presidium tersebut lebih mencitrakan sistem manajemen administrasi Feodal-Aristokrat ala laras KOTO PILIANG. Dari sudut pandang kolonialist, pemisahan antara penguasa falsafah adat serta lembaga, dan pengawas penjabaran hukum Islam, dapat menjadikan Pagarruyung tidak mempunyai kesatuan pandangan dalam politik pemerintahannya, sehingga hal tersebut akan menguntungkan VOC dalam melakukan perdagangan dengan wilayah MinangKabau, ketimbang dimasa sebelumnya yang sangat didominasi oleh perantau wilayah aceh !!

CATATAN KECIL
Memang, pada masa itu ditenggarai perjudian & sabung ayam sangat diminati oleh sebagian dari masyarakat Minang, akan tetapi kebiasaan itu sudah berakar sejak jaman sebelum Islam diterima oleh masyarakat Minang, terkenal dengan istilah "ba'ampo'" atau melakukan taruhan disetiap permainan apapun....tapi apapun tidak dapat dijadikan alasan untuk memaksakan kehendak secara brutal(pribadi atau kelompok) agar masyarakat Minang harus menjalankan ajaran Islam dengan benar & baik berdasarkan keyakinan mereka (aliran Wahabbi), karena jauh sebelum itu MinangKabau telah menganut paham DEMOKRASI, segala sesuatu tidak dapat dilakukan dengan cara yang ZOLIMMMMMMM....tauu!!.

Terlepas apakah dinasty ADITYAWARMAN masih sangat diragukan keaslian darah Minang nya, menurut saya kerajaan Pagarruyung saat itu tidak dapat disamakan dengan kerajaan seperti SAMUDRA PASSAI di Aceh dimana peraturan & hukum kerajaan nya jelas2 berdasarkan syariat Islam. Oleh karena itu sistem kerajaan Pagarruyung yang SEKULARISME sah2 saja dan kebrutalan penganut Islam Wahabbi (kaum PADRI) saat itu terhadap keluarga kerajaan dapat dianggap melakukan pelanggaran HAM berat!!!!

Kesimpulan saya, kita tidak usah PERDULI dengan "PERS RELEASE" dari kedua belah pihak, karena kedua-duanya hanyalah berusaha menyelamatkan HEGEMONI dan kepentingan ekonomi-perdagangan masing2 !!

Sunday, April 18, 2010

Punahnya keluarga kerajaan PAGARRUYUNG

Christine DOBBIN - Islamic revivalism in a changing peasant economy; Central Sumatra 1784-1847 - Curzon Press, 1983 - Related with Rosihan ANWAR's article; PADRI war that you had never been knew (source: G. Teitler - Het einde van de Paderieoorlog: Het beleg en de vermeestering van Bonjol, 1834-1847), Kompas news February 6, 2006


Some says - This narsis Man is one of the King of PAGARRUYUNG Kingdom - Descendant of ADITYAWARMAN - I don't thing he is an INDIGENOUS Minangkabau man

Sejalan dengan masa dimana VOC telah menancapkan pengaruhnya diwilayah MinangKabau, salah satu pengikut revolusi Islam dari kelompok kaum muda bernama PETO SYARIEF yang berasal dari desa BONJOL, memimpin pemberontakan tahun 1821 demi untuk menyebarkan doktrin PADRI yang dikenal dengan nama perang PADRI. Pada intinya doktrin tersebut ingin mengembalikan kemurnian ajaran Islam dan menghilangkan sekularisme serta hal yang PALING PENTING bagi mereka (para pedagang asal Aceh yang kecewa)adalah merebut kembali kontrol dan dominasi perdagangan diwilayah Minang dari tangan kolonialis (kembali ketangan mereka, jadi jangan buru2 menganggap Imam Bonjol sebagai pahlawan nasional !!). Dilain pihak keluarga kerajaan Pagarruyung juga tidak tinggal diam dan dengan bekerjasama dengan pihak VOC (sebagai mitra dagang), pada tahun 1837 kelompok Bonjol (Padri) akhirnya berhasil dihancurkan dan pemimpinnya PETO SYARIEF (Mr. Imam Bonjol), Imam dari daerah BONJOL berhasil ditangkap dan dibuang ke Menado.

Akibat dari perang PADRI, pihak VOC malah mendapat dua keuntungan yaitu, kembali menguasai secara mutlak wilayah Sumatra Barat serta memecah belah tatanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Minang, karena pada masa perang tersebut, terjadi juga perang saudara yang menimbulkan pembunuhan massal terhadap keluarga kerajaan Pagarruyung yang dilakukan dengan bengis oleh kelompok yang dipimpin oleh seorang yang (diisukan) menjuluki dirinya sebagai Tuanku LELO. Punahnya keluarga keturunan dynasti Adityawarman mengakibatkan hilangnya kerajaan selama-lamanya pada akhir abad 19.

Catatan tentang SHRIVIJAYA
Shrivijaya mulai dikenal setelah G Coedes menerbitkan artikel berjudul; Le Royaume de Crivijaya tahun 1918.
Prasasti tertanggal 682 masehi yang ditemukan tahun 1920 di Kedukan Bukit (Sumatra Selatan) menyatakan kedudukan Shrivijaya pertama didaerah Mukha-P
Prasasti Talang Tuo tertanggal 684 masehi didesa Gandus, Palembang tahun 1920 diceritakan tentang pembangunan taman yang bernama Sriksetra oleh seseorang yang bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa (pemimpin komunitas ?)
Seluruh bangunan dipusat kota Shrivijaya diduga terbuat dari bahan yang mudah rusak dimakan zaman, kecuali sisa yang terendam didalam rawa atau ditepian sungai. Sisa bangunan dari bahan kayu ditemukan disitus Ujung Plancu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Ditemukan pula bangunan dengan bahan batu bata disitus GendingSuro, Candi Angsoka dan bukit Siguntang (hanya tinggal pondasi)
Apakah Shrivijaya merupakan kerajaa besar? Prasasti Kota Kapur yang ditemukan dipulau Bangka tahun 1892 oleh JK van der Meulen didapat petunjuk bahwa kerajaan Shrivijaya sedang berusaha menaklukan Bumi Jawa (kerajaan Tarumanagara - Banten?), hal ini dapat disimpulkan Shrivijaya mungkin memang kerajaan besar

Kesimpulan sementara saya

West Sumatra tourism sector in amount - Local INVESTMENT in 2005 = Rp 607,420,000.00; Foreign in 2005 = USD 85,568,000.00 - Bisnis Indonesia news, August 15, 2006

Traditional wooden village house - KOTO PILIANG style - KotaKota magazine, 2004

ARAU CLIFF - Echo cliff - The famous Rock Climbing area

Walaupun pada akhirnya saya tetap belum dapat dikatakan telah menguasai tentang siapa dan bagaimana masyarakat Minang secara mendalam, akan tetapi dari hasil analisa sementara, saya berpendapat bahwa sampai saat ini belum ada satupun sumber data autentik yang dapat mengidentifikasikan proses perkembangan masyarakat Minang dengan jelas, paling tidak dari sejak sekitar abad 13 masehi, pada saat ajaran islam diduga telah meluas diterima diwilayah tersebut bersamaan sejak dynasti Adityawarman memimpin wilayah Pagarruyung. Pada sisi lain saya juga mempunyai pandangan sendiri tentang silsilah keturunan kerajaan Pagarruyung, kaitan MinangKabau dengan kerajaan Shrivijaya serta apa sebetulnya yang menjadi pemicu terjadinya pemberontakan yang digagas oleh kelompok PADRI yang saya coba uraikan berikut ini.

Mengenai keturunan keluarga kerajaan PAGARRUYUNG

RANGKIANG for storaging rice - A replica at ISTANO BASA Palace, Pagaruyung, Tanah Datar district


Interior old RUMAH GADANG, Koto Piliang style - Tilatang village - Built 1905 - By Dja'a Dt Batuah, former DEMANG AMPEK ANGKEK district

Jika saat ini ada sementara orang atau keluarga yang berasal dari MinangKabau menyatakan dirinya masih keturunan keluarga kerajaan Pagarruyung, berdasarkan uraian sebelumnya, maka paling tidak ada dua kemungkinan silsilah bagi orang atau keluarga tersebut yang dapat dirunut, yaitu berasal dari garis keturunan Raja NUR ALAM di DUSUN TUO yang memindahkan kerajaannya kedaerah BUKIT BATU PATAH dan terakhir dipindahkan kewilayah Pagarruyung di BATUSANGKAR, atau sebagai keturunan dari dynasti Adityawarman yang sejak tahun 1347 (kata DepDikNas) menguasai Pagarruyung, tetapi untuk kemungkinan ini disangsikan keturunannya, karena dynasti ini telah dianggap PUNAH, serta hubungannya dengan Raja NUR ALAM juga masih belum dapat terungkap, paling tidak oleh saya sendiri (hehehehe). Kemungkinan lain lagi, kalau masih meyakini diri merupakan keturunan dari kerajaan pertama yang ada di MinangKabau, berarti sebagai penganut Matrilinear, silsilah yang dapat dirunut bisa berasal dari keturunan salah satu dari ketiga istri Raja SULTAN SHRI MAHARAJ DIRAJ dari kerajaan KOTO BATU, yaitu CINTO DUNIA, PUTI SEDAYU atau INDO JELITA. serta bisa juga keturunan dari kedua putri pasangan INDO JELITA dengan CETI BILANG PANDAI, yaitu PUTI JAMILAN & PUTI RENO SUTA (????!!!!)

Jadi, saya penulis, mungkin saaaaja masih keturunan dari keluarga kerajaan yang pernah ada di MinangKabau, andapun para pembaca, mungkin juuuuuga....???? tapi harus asli keturunan Matrilinear dari etnik Minang, gethoo lhoooo !!!!


PERTANYAAN SAYA
Bagaimana dapat diyakini, andaikata jika memang benar masih ada keturunan dari keluarga kerajaan Pagarruyung dari silsilah ADITYAWARMAN, dijamin keaslian darah MinangKabau nya?
Karena apabila data yang saya dapatkan benar, bahwa ADITYAWARMAN (asal dari tanah JAWA) menikah dengan putri dari KEDIRI bernama BRAHMANIGEREGES dengan gelar Tuan GADIH Puti JAMILAN, circa 1347 masehi.
Mossok keturunan Raja MinangKabau gak ada darah MinangKabau sedikit juuga? jangan getho dhuonk !

Bagaimana dengan keturunan dari Dt Perpatih & Dt Ketumenggungan (anak Indo Jelita & Ceti Bilang Pandai dari kerajaan DUSUN TUO jauh sebelum Mr. ADITYAWARMAN datang ke Tanah Datar? - tulisan diatas) padahal kedua Datu tersebut yang membentuk system Bodi Chaniago & Koto Piliang? Menurut saya harus dicari keturunan kedua Datuk tersebut, karena mereka yang lebih berhak diberikan posisi dan julukan "Keturunan keluarga kerajaan Pagarruyung, MinangKabau".

Korelasi wilayah MinangKabau dengan kerajaan Shrivijaya

SITINJAU LAUT post - An upper place for viewing Indian ocean - SawahLunto district, Des 1988

Dilihat dari strategi pemerintahannya, wilayah MinangKabau sejak dibawah kerajaan Pagarruyung pertama, mengesankan tidak terlalu berkonsentrasi kepada jalur perdagangan laut serta tidak terlalu berambisi untuk memperluas wilayah kerajaan. Padahal dengan adanya muara sungai Kampar yang berada diwilayah Jambi sebagai jalur historis asal mula datangnya nenek moyang masyarakat Minang, Pagarruyung dapat menciptakan pelabuhan dagang bongkar-muat (dockland) untuk membuka langsung hubungan dengan para pedagang Arab, Cina dan India yang sejak sekitar abad 12 memang telah melakukan transaksi bisnis dengan kerajaan Samudra Passai (SP) di Sumatra Utara, serta kerajaan Shrivijaya (SVJ) di selatan.
Kelemahan dibidang maritim tersebut kelihatannya dimanfaatkan oleh kerajaan tetangga seperti SP dan SVJ tersebut, yang mana kekuatan kedua kerajaan itu sesuai dengan data sejarah, kemampuan angkatan laut mereka dapat menguasai selat Malaka sebagai jalur utama perdagangan wilayah Asia Timur.
Pada sekitar abad 12 hegemoni Shrivijaya terhadap jalur perdagangan diselat Malaka dapat dipatahkan oleh angkatan laut dari Cina, yang sekaligus juga merebut pusat pemerintahan kerajaan Shrivijaya. Berdasarkan data sejarah yang masih belum dapat dipadukan, pada masa itu ditenggarai sebagian keluarga kerajaan SJV menyingkir kewilayah Jambi, dan seperti data yang didapat pula, pada masai itu wilayah Jambi masih merupakan bagian dari wilayah Minangkabau, tetapi mungkin juga bukan merupakan bagian wilayah kerajaan Pagarruyung jika dilihat secara geographis pemerintahan. Oleh karena itu sementara dapat disimpulkan bahwa Pagarruyung sejak dibawah Raja NUR ALAM tidak pernah memperlihatkan tendensi untuk mengamankan apalagi memperluas wilayah kerajaan, yang ada malah cenderung berkurang dengan dikuasainya Jambi oleh SJV tanpa adanya data tentang perlawanan dari pihak Pagarruyung. kemudian pada waktu Pagarruyung dibawah dynasti Adityawarman, kerajaan tersebut terkesan mempunyai alasan tersendiri untuk tidak bersifat ekspansif, hal ini mungkin dikarenakan keberadaan sebagian dynasti Adityawarman di Pagarruyung adalah untuk mengasingkan diri dari kejaran pasukan Cina yang telah menguasai pusat SJV, yang pada waktu bersamaan ada sebagian dari dynasti adityawarman yang menyingkir kewilayah Tumasik (Singapore) dipimpin oleh PHARAMESVARA yang kelak dikemudian hari setelah memeluk agama Islam mengganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah (hhayyahhhh???!!)

Masyarakat tradisional Minang secara kelompok dan individu terkesan memang tidak mempunyai jiwa ekspansif, yang dipunyai hanyalah sifat perantau pedagang yang individualis dan melihat hubungan kekerabatan hanyalah sebatas lingkup nagari tempat mereka berasal. Yang menjadi pertanyaan kemudian; apakah wilayah MinangKabau dahulu dapat dikategorikan sebagai wilayah kerajaan dan apakah Pagarruyung dizaman dynasti Adityawarman secara deFacto merupakan satu pemerintahan yang menguasai wilayah Minang? karena dengan melihat kekuasaan otonom yang dimiliki setiap wilayah kenagarian sejak zaman sebelum dynasti Adityawarman, menimbulkan kesan bahwa Pagarruyung tidak menguasai MinangKabau secara deFacto, tetapi mungkin saja secara deJure dari kacamata kolonialist Belanda pada waktu itu. Apalagi memang tidak ditemukan catatan sejarah yang menginformasikan tentang keberadaan kekuatan angkatan bersenjata kerajaan tersebut baik darat maupun laut.

Mengenai pemberontakan kaum PADRI

SIANOK Cliff, Bukitinggi, from another angle - Photographed 1980s


Mr. IMAM BONJOL - Is declared to be a national native hero ?? - It is still DEBATEABLE up to know - Actually, his parent were an Atjehness trader, he lived in Atjeh trader community, at BONJOL village - His real name is PETO SJARIEF, close to Atjehness common name....

Meletusnya pemberontakan PADRI (1821 - 1837), berdasarkan analisa sementara saya, seharusnya pemeberontakan tersebut tidak perlu terjadi kalau tidak ada provokator extrim penganut aliran Wahabbi saat itu (yang sudah merasuki jiwa kaum PADRI), serta apabila para kelompok pedagang asal Aceh tidak terlalu serakah untuk selalu ingin mendominasi perdagangan diwilayah MinangKabau. Kemudian juga sangat disayangkan sikap PETO SYARIEF alias MALIM BASA alias MUHAMMAD SAHAB yang menamakan dirinya TUANKU IMAM BONJOL (TIB) sebagai pemimpin kelompok pedagang dari desa Bonjol, terlepas dari kerugian usaha perdagangan yang mereka alami, secara keras memutuskan untuk melakukan pemaksaan penghapusan SEKULARISME di MinangKabau tanpa berpikir panjang atas akibat apa yang akan terjadi terhadap masyarakat Minang keseluruhan dikemudian hari. Dengan durasi pemberontakan selama hampir 16 tahun lamanya, dapat diperkirakan bagaimana kukuh dan kerasnya sikap TIB yang tidak ada tawar menawar serta mengesankan tidak mau perduli terhadap akibat yang dirasakan seluruh masyarakat MinangKabau selama pemberontakan BRUTAL & berkepanjangan tersebut (terang saja, dia bukan orang asli MinangKabau !!!!)
Sikap TIB tersebut menimbulkan dugaan, apakah dia memang ingin menjalankan syariat Islam secara keras atau kecemburuan sosial terhadap keluarga kerajaan Pagarruyung yang pada masa itu sangat membuat kelompok pedagang asal Aceh tersingkirkan. Atau apakah TIB mengetahui bahwa keluarga kerajaan Pagarruyung masa itu bukanlah keturunan asli MinangKabau dari Raja NUR ALAM jauh sebelumnya ?
Apakah tindakan TIB sebenarnya melulu hanya untuk membela kaumnya (pedagang daerah Bonjol) tempat bermukimnya para pedagang asal Aceh, dengan tidak perduli tehadap kehancuran masyarakat MinangKabau (termasuk juga didalamnya wilayah MANDAILING). Sikap TIB pun mencerminkan satu karakter bahwa dia sangat mungkin bukan keturunan Minang yang kental dengan budaya kompromistis dengan philosophi hidup adalah, "musuh tidak dicari, tetapi jika terpaksa, baaru dihadapi", sangat jauh dari temperamen TIB walaupun dia dilahirkan didesa Bonjol, lembah Alahan Panjang tahun 1772.
Pada akhirnya seperti tertulis didalam sejarah, TIB tidak mendapatkan hasil apa-apa baik bagi dirinya pribadi maupun bagi kaum dan keturunannya dikemudian hari. Kekerasan hatinya tidak luluh sampai TIB mati tanggal 6 November 1864 pada usia 92 tahun setelah meringkuk selama 27 tahun dalam tahanan di Menado....

Itulah, politik, strategi dan obsesi tidak mengenal batas waktu dan zaman, yang sama hanyalah masyarakat yang menjadi KORBANNNNNNNNNNNNNNNNNN

CATATAN KECIL
Harian Kompas 6 Februari 2006 - artikel Rosihan Anwar; "Perang Padri yang tak anda ketahui", menceritakan kebiasaan kaum PADRI menculik wanita dalam setiap serangan mereka untuk dijual sebagai BUDAK !!!!

Christine Dobbin (1983), Islamic revivalism in a changing peasant economy, central Sumatra 1784 - 1847, Curzon Press, menceritakan bahwa; PADRI & VOC khawatir terhadap hancurnya hegemony dagang mereka diwilayah MinangKabau dan pantai barat. Dobbin menceritakan bahwa perdagangan budak sangat penting dalam sistem PADRI, bukan hanya sebagai barang dagangan tetapi juga sebagai pengangkut barang dan tentara cadangan, itu sebabnya PADRI dapat melawan VOC selama 16 tahun !!
Kaum PADRI berdasarkan paparan Dobbin, melakukan peperangan secara brutal jauh dari nilai Islam (karena memang sangat kuat diduga tujuan PADRI hanya untuk mempertahankan hegemony wilayah dagangnya diranah Minang)

Coba baca Majalah TEMPO terbitan 21 Oktober 2007 No. 34/XXXVI/Okt.2007, yang juga membahas tentang; Kontroversi kebrutalan kaum PADRI dalam perang didataran tinggi MinangKabau (1803 - 1837)

Jadi menurut saya judul diatas "Mengenai pemberontakan kaum PADRI" sangat tidak relevan, yang lebih cocok adalah; "Mengenai egoisme dan kebrutalan kaum PADRI"

TERNYATA....Dalam memoir Mr. IMAM BONJOL (katanya di halaman 39); dia akhirnya SADAR dan MENYESALI, kalau "perjuangan" kaum PADRI selama 16 tahun di wilayah Minangkabau sudah jauh melenceng dari ajaran agama Islam....

Zaman pemberontakan kaum PADERI

CEMETERY ancient statue, ADITYAWARMAN Kingdom era, 13-14 century - Location; Istano BASA PALACE, Pagaruyung, TANAH DATAR district - Kompas, 20 April 2003

Traditional wooden house - UBA village, Bukitinggi, Desember 1988

Berdasarkan data sejarah, pemberontakan tersebut dipicu oleh perlawanan salah satu kelompok masyarakat diwilayah MinangKabau yang mempunyai pemikiran sejalan dengan Peto Syarief beserta dengan para panglimanya yang dijuluki Harimau Nan Delapan (salah satunya adalah Tuanku Nan Renceh yang diduga sebagai salah satu komandan PADRI yang paling BRUTAL,) memimpin perang PADRI untuk menghapus paham sekularisme di Minang (ini kata mereka..) serta hegemoni perdagangan oleh kolonial VOC diwilayah MInang (menurut saya lebih cocok disebut kaum PADRI melakukan pelanggaran HAM berat di ranah Minang).
Pada masa itu sekitar tahun 1825, Belanda dibawah Kapten Bauer membangun benteng (Fort) dengan memakai nama seorang Gubernur Jenderal Belanda yaitu Jendral DeKock dipuncak wilayah yang kemudian dnamakan wilayah Fort DeKcok (Bukit Tinggi) pada zaman itu. Diera pemberontakan PADRI itu pula (1827) dibangun menara pengintai (jam Gadang sekarang) dipusat wilayah Fort DeKock oleh Controleur Rookmaker, sedangkan benteng lainnya dibangun diwilayah Batu Sangkar dengan nama benteng Van der Capellen.

PADRI WAR..it was merely a social conflict between Aceh trader's Clan and PAGARRUYUNG's Clan...and about Mr. IMAM BONJOL, heeeee....is far from what we always been told; a national heroic? Oh nonononoo. In fact, VOC was took an advantage at that time. (lihat artikel Rosihan Anwar; Kompas, 6 Februari 2006 & buku Dobbin, 1983)

Well....pembaca yang budiman, terserah pada Anda, apakah sekarang masih berpendapat bahwa memang benar Mr. IMAM BONJOL dan Mr. RENCEH adalah pahlawan nasional atau bukan, dan apakah gerakan kaum PADRI saat itu memang betul2 membela Islam dan memerangi VOC dengan stigma "Penjajah"?

Siapakah sebenarnya PENJAJAH dan yang DIJAJAH ?
Mr. RENCEH sebagai penganut Islam Wahabbi militan (diduga mirip dengan TALIBAN dan ALQAEDA sekarang), yang selalu menghancurkan setiap NAGARI (di wilayah Minang) yang tidak sepaham dengan dia, yang selalu melakukan pelanggaran HAM dan menganiaya kaum wanita hingga dijadikan GUNDIK oleh pasukannya.
Atau,
VOC dengan pasukan terdiri dari banyak orang dari etnik JAWA (pasukan dibawah SENTOT ALIBASYA, mantan panglima nya DIPONEGORO !) dan MALUKU, yang bersepakat dengan kerajaan Pagarruyung untuk menghadapi kaum PADRI
Atau,
Apakah kerajaan Pagarruyung (Era Adityawarman) sebagai pihak yang TERJAJAH atau PENJAJAH rakyat MinangKabau?